Sabtu, 23 Oktober 2010

AKU PERGI

by : Risa Umari Y.A. at 8:52:00 PM 0 komentar
Aku tidak memiliki rencana apa-apa untuk menghadiri pesta ulang tahun Dina. Semuanya tampak biasa dan hampa. Namun, aku dibuatnya berfikir. Setiap kali kami bertemu, dia selalu bilang hal yang sama padaku, “Shyel, jangan lupa ya, nanti malam kamu harus dating ke pestaku !” Dan saat itu pula aku tersenyum dan mengangguk.
Sorenya, aku membuka lemari pakaianku. Mataku tertuju pada sebuah dress selutut yang berwarna merah-hitam dengan pita yang sangat manis. Aku mulai memoles-moles wajahku dengan malas. Pikiranku teringat pada Nathan –sosok teman sekelasku-. Dengan semangat aku memoles wajahku. Aku terdiam memandang cermin. Ahh,,benarkah ini diriku ? aku tak percaya dengan diriku yang cantik sekali senja itu.
Sudah banyak undangan yang dating. Aku duduk dengan manis di meja makan panjang. Kudengar suara sesosok adam yang telah sering kudengar, -Nathan-. Mata kami sama-sama bertatapan. Aku mengernyitkan dahi. Dia tersenyum. Aku bingung, mengapa ia memakai hem kotak-kotak merah-hitam. Kami berdua terlihat paling berbeda malam itu.
Aku memulai suapan pertama, nikmat. Suapan kedua, kuraskan sesuatu di kakiku yang membuatku geli. “Kuccccciinng”, teriak Abel yang duduk di depanku. Aku langsung berteriak dan loncat ke atas kursi. Tak sengaja aku menyenggol meja makan itu,dan “praaangg”. Piring-piring penuh makanan itu tumpah dan mengotori semuanya. Semua melihat diriku yang malang ini dengan nanar.
Nathan dating sebagai malaikat penolong. Dia membersihkan dressku. Dina marah padaku, mencaci-makiku, dan tak akan mau memaafkanku.
“Guys, hari ini bukan hari ultah aku aja. Tapi, aku mau memberitahukan sesuatu. Mengenai aku dan Nathan”, kata Dina. Hah,, Nathan. Apalagi coba ? aku bingung, panic, dan masih malu. “kami sudah jadian sejak 5 hari yang lalu”,lanjut Dina. Ha, lima hari ? aku tau, itu adalah hari ketika aku dan Nathan memutuskan hubungan cinta kami, karena alas an tak wajar Nathan. Aku tahu inilah alasannya.
Aku begitu hancur malam itu, aku keluar lalu mengendarai motorku dengan kecepatan tinggi. Aku melihat sinar lampu yang begitu terang. Aku berteriak. Dan, aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi.
Yang kulihat adalah Nathan yang menangisi diriku yang tak berbentuk dan dilumuri darah terkapar tepat di bawah trak tronton hijau. Dia mengucap cinta padaku. Aku tak bisa membalas kata-kata tulus Nathan –yang ternyata Dina hanya menjadikannya pelampiasan-. Aku hanya bisa tersenyum dan membawa cintanya ke sisi dan tempatku yang paling indah.

Empat Belas Hari Untuk Mama

by : Risa Umari Y.A. at 8:47:00 PM 0 komentar

Keadaanku yang sekarang ini membuat hidupku sugguh bahagia. Bagaimana tidak, apa saja yang aku inginkan selalu diberikan oleh kedua orang tuaku. Papaku yang bekerja sebagai seorang Direktur Utama di salah satu perusahaan besar swasta di Indonesia membuat hidup kami serba kecukupan. Mamaku menjaga dan memberikan segalanya yang aku inginkan. Aku benar-benar menjadi gadis yang bahagia. Tak pernah kedua orangtuaku memarahiku. Tak pernah pula keduanya menolak satupun permintaanku.
            Kini, semuanya berubah. Papaku mengalami kecelakaan hebat saat sedang bertugas di luar kota. Papaku sebagai tumpuan utama keluarga ini meninggalkan kami semua untuk selamanya ke tempat yang paling indah. Sedikit demi sedikit harta kekayaan keluargaku habis, untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari.
            Aku tak lagi menjadi Gysel yang ceria, periang, dan bahagia. Aku kini menjadi Gysel yang pemarah, keras kepala, dan pemurung. Aku kehilangan semuanya. Kami memutuskan untuk pindah ke daerah yang sangat jauh berbeda dengan kawasan tempat tinggalku pertama.
Aku benci dengan semua ini. Aku tak mau mendengarkan omongan Mamaku yang menasehatiku agar aku mau menerima semua yang telah diberi sekarang ini. Aku tak peduli. Aku marah kepada Mamaku. Aku selalu saja meminta Mama untuk memenuhi segala keinginanku. Aku tak tahu dan tak mau tahu bahwa Mamaku kini tak mungkin bisa untuk mengabulkan semua permohonanku.
Kami memulai lembaran baru hari ini. Mama kini membuat sebuah warung kecil sederhana di depan rumah kami. Aku tetap benci dan tak mau membantu Mama. Aku tak mau kuku-kukuku rusak, tanganku lecet, dan wajahku berpeluh keringat. Aku kembali kesal pada Mama. Mama tak marah padaku. Mama hanya tersenyum melihat anak gadis satu-satunya ini ngambek. Mama berpeluh keringat setiap hari. Agar selalu ada asap yang mengepul dari dapur milik kami.
Dalam tidur lelapku, Mama selalu terjaga untuk menjagaku. Tak jarang Mama menitikkan air mata. Aku dapat mengartikan tiap tetes air mata Mama. Tiap tetes yang menggambarkan warna dalam perjuangan hidup Mama.
Kami melewati hari-hari hanya berdua saja. Namun, aku semakin tak peduli pada semua kegalauan hati Mama. Aku hanya memikirkan kesenanganku. Namun, masih dapat kulihat senyuman tulus dari bibir lembut Mama.
Setiap selesai berjualan, Mama menaruh sebuah GERY CHOCOLATOS di sebuah mug di atas meja belajarku. Mama berpesan, bahwa aku tak boleh memakannya. Karena, aku akan tahu makna dari wafer-wafer stik itu. Aku merenung dan memandangi GERY CHOCOLATOS di mug milikku. Tak ada yang aneh. Semuanya biasa saja.
 . Aku terbangun saat sinar mentari membelai wajahku. Kini, GERY CHOCOLATOS di mug milkku sudah berjumlah empat belas buah. Aku terus memperhatikannya. Beharap aku akan menemukan jawaban dari larangan Mama untuk memakan wafer-wafer stik itu. Nihil. Tak ada perubahan pada wafer-wafer stik itu. Aku bersiap untuk berangkat sekolah. Namun, aku tak melihat sosok Mama.
Siangnya, aku juga tidak melihat senyum Mama menyambutku sepulang sekolah. Aku merasa direpotkan dengan menghilangnya Mama. Aku harus mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri. Walau dengan berat hati. Aku memasuki kamar tidurku. Kupandangi sekelilingnya. Seperti ada sesuatu yang telah hilang. Kuputar kembali pandanganku ke segala arah di kamar ini. Bola mataku berhenti berputar pada seuah meja belajar yang telah sedikit jabuk. Mug milkku kosong. Ke manakah keempat belas GERY CHOCOLATOS pemberian Mama ?
Malam semakin larut. Hujan pun mulai datang di kesunyian malamku ini. Hawa dingin membuat perutku lapar. Aku memutuskan untuk meninggalkan rumah sebentar dan membeli beberapa biskuit di warung sebrang jalan. Deretan lampu jalan memberi sedikit kehangatan pada tubuhku yang menggigil semakin kencang.
Dari jauh kulihat sesosok wanita yang berjalan tertatih-tatih sambil memegangi perutnya membawa sebuah kota kecil.Wanita ini terlihat begitu letih. Tiba-tiba, tepat di bawah bayangan lampu jalan dan guyuran hujan, wanita itu jatuh dan tersungkur. Sesegera mungkin aku berlari ke arah wanita itu. Aku mengambil sapu tangan milikku dan mengusap lembut ke wajahnya yang letih. Kutatap dengan tajam wajah wanita itu. “Mamaaa ?” jeritku kaget. Aku langsung memeluknya erat, menyelimutinya dengan jaketku. Melindunginya dengan payung milik kami.
Dengan segera aku berlari menuju rumah terdekat untuk meminta pertolongan. Mereka langsung mengantar kami menuju Rumah Sakit. Gigiku bergemertak kencang. Badanku menggigil lebih hebat dari sebelumnya. Aku masih menunggu Mama di Ruang ICU. Keadaan Mama sangat kritis. Aku berdoa pada Tuhan, apapun akan aku lakukan demi Mama. Biarkan aku menyerahkan seluruh jiwa ragaku demi Mama.
Dokter keluar dengan wajah putus asa. Aku sudah mulai menarik nafas panjangku. “Maaf, kami telah mengupayakan semua yang kami miliki. Namun, Tuhan belum menghendaki. Mama Anda telah tenang di sisi-Nya”. Blek, semua perasaan campur menjadi satu. Aku merasa ruangan tingkat di atas ruang ICU ini jatuh serentak tepat di bawah ubun-ubunku. Aku kehilangan orang yang ternyata selama ini sangat kusayangi. Aku tak pernah menyadari kehadiran curahan kasih sayang seorang Mama yang begitu tulus untukku. Aku tak pernah menyadari kerja keras Mama mengandungku, melahirkanku, dan membesarkanku menjadi seorang gadis remaja seperti sekarang ini.
Aku baru bisa menyadari keberadaan penting Mama di hidupku setelah melihatnya pergi. Aku baru menyesal. Aku tak sempat meminta maaf dan membalas semua perjuangan dan pengorbanan Mama. Mama adalah sosok yang hebat di hidupku. Merangkap menjadi tiga orang terpenting dalam hidupku. Menjadi Papa yang selalu melindungiku. Menjadi sosok Mama sendiri yang membimbing dan mencurahkan kasih sayangnya padaku. Dan, menjadi saudara tempat aku berbagi suka dan duka. MAMA. Nama dengan berjuta makna. Tiada kata yang dapat melukiskan kasih seorang Mama kepada anaknya. Aku cinta padamu, Mama.
Air mataku kembali berderai. Dokter memberiku sebuah kotak kecil. Kotak yang hampir hancur karena basah oleh lebatnya hujan malam ini. Dunia mewakili perasaanku malam ini. Aku membuka perlahan kotak itu. Kulihat tulisannya, MAMA untuk Gysel.
Kulihat dengan jeli. Tulisan MAMA itu terbentuk dari empat belas GERY CHOCOLATOS. Sama banyaknya dengan yang ada di dalam mug milikku. Aku baru mengerti, mengapa Mama melarangku untuk memakan GERY CHOCOLATOS itu. Begitu besar makna cinta Mama dalam wafer-wafer stik itu.
Aku baru merasakannya ketika aku tak dapat memeluknya lagi. MAMA. Satu kata dengan seribu arti ketulusan cinta kasih. Tak banyak yang dapat aku balaskan untuk membuktikan bahwa aku cinta Mama.
“Apa yang kuberikan untuk Mama, untuk Mama tersayang. Tak kumiliki sesuatu berharga untuk Mama tercinta. Hanya ini, kunyanyikan. Senandung hati kecilku untuk Mama. Hanya sebuah lagu sederhana, lagu cintaku untuk Mama”.
.. ..MAMA,, ,, I LOVE YOU.. ..

Sabtu, 23 Oktober 2010

AKU PERGI

Diposting oleh Risa Umari Y.A. di 8:52:00 PM 0 komentar
Aku tidak memiliki rencana apa-apa untuk menghadiri pesta ulang tahun Dina. Semuanya tampak biasa dan hampa. Namun, aku dibuatnya berfikir. Setiap kali kami bertemu, dia selalu bilang hal yang sama padaku, “Shyel, jangan lupa ya, nanti malam kamu harus dating ke pestaku !” Dan saat itu pula aku tersenyum dan mengangguk.
Sorenya, aku membuka lemari pakaianku. Mataku tertuju pada sebuah dress selutut yang berwarna merah-hitam dengan pita yang sangat manis. Aku mulai memoles-moles wajahku dengan malas. Pikiranku teringat pada Nathan –sosok teman sekelasku-. Dengan semangat aku memoles wajahku. Aku terdiam memandang cermin. Ahh,,benarkah ini diriku ? aku tak percaya dengan diriku yang cantik sekali senja itu.
Sudah banyak undangan yang dating. Aku duduk dengan manis di meja makan panjang. Kudengar suara sesosok adam yang telah sering kudengar, -Nathan-. Mata kami sama-sama bertatapan. Aku mengernyitkan dahi. Dia tersenyum. Aku bingung, mengapa ia memakai hem kotak-kotak merah-hitam. Kami berdua terlihat paling berbeda malam itu.
Aku memulai suapan pertama, nikmat. Suapan kedua, kuraskan sesuatu di kakiku yang membuatku geli. “Kuccccciinng”, teriak Abel yang duduk di depanku. Aku langsung berteriak dan loncat ke atas kursi. Tak sengaja aku menyenggol meja makan itu,dan “praaangg”. Piring-piring penuh makanan itu tumpah dan mengotori semuanya. Semua melihat diriku yang malang ini dengan nanar.
Nathan dating sebagai malaikat penolong. Dia membersihkan dressku. Dina marah padaku, mencaci-makiku, dan tak akan mau memaafkanku.
“Guys, hari ini bukan hari ultah aku aja. Tapi, aku mau memberitahukan sesuatu. Mengenai aku dan Nathan”, kata Dina. Hah,, Nathan. Apalagi coba ? aku bingung, panic, dan masih malu. “kami sudah jadian sejak 5 hari yang lalu”,lanjut Dina. Ha, lima hari ? aku tau, itu adalah hari ketika aku dan Nathan memutuskan hubungan cinta kami, karena alas an tak wajar Nathan. Aku tahu inilah alasannya.
Aku begitu hancur malam itu, aku keluar lalu mengendarai motorku dengan kecepatan tinggi. Aku melihat sinar lampu yang begitu terang. Aku berteriak. Dan, aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi.
Yang kulihat adalah Nathan yang menangisi diriku yang tak berbentuk dan dilumuri darah terkapar tepat di bawah trak tronton hijau. Dia mengucap cinta padaku. Aku tak bisa membalas kata-kata tulus Nathan –yang ternyata Dina hanya menjadikannya pelampiasan-. Aku hanya bisa tersenyum dan membawa cintanya ke sisi dan tempatku yang paling indah.

Empat Belas Hari Untuk Mama

Diposting oleh Risa Umari Y.A. di 8:47:00 PM 0 komentar

Keadaanku yang sekarang ini membuat hidupku sugguh bahagia. Bagaimana tidak, apa saja yang aku inginkan selalu diberikan oleh kedua orang tuaku. Papaku yang bekerja sebagai seorang Direktur Utama di salah satu perusahaan besar swasta di Indonesia membuat hidup kami serba kecukupan. Mamaku menjaga dan memberikan segalanya yang aku inginkan. Aku benar-benar menjadi gadis yang bahagia. Tak pernah kedua orangtuaku memarahiku. Tak pernah pula keduanya menolak satupun permintaanku.
            Kini, semuanya berubah. Papaku mengalami kecelakaan hebat saat sedang bertugas di luar kota. Papaku sebagai tumpuan utama keluarga ini meninggalkan kami semua untuk selamanya ke tempat yang paling indah. Sedikit demi sedikit harta kekayaan keluargaku habis, untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari.
            Aku tak lagi menjadi Gysel yang ceria, periang, dan bahagia. Aku kini menjadi Gysel yang pemarah, keras kepala, dan pemurung. Aku kehilangan semuanya. Kami memutuskan untuk pindah ke daerah yang sangat jauh berbeda dengan kawasan tempat tinggalku pertama.
Aku benci dengan semua ini. Aku tak mau mendengarkan omongan Mamaku yang menasehatiku agar aku mau menerima semua yang telah diberi sekarang ini. Aku tak peduli. Aku marah kepada Mamaku. Aku selalu saja meminta Mama untuk memenuhi segala keinginanku. Aku tak tahu dan tak mau tahu bahwa Mamaku kini tak mungkin bisa untuk mengabulkan semua permohonanku.
Kami memulai lembaran baru hari ini. Mama kini membuat sebuah warung kecil sederhana di depan rumah kami. Aku tetap benci dan tak mau membantu Mama. Aku tak mau kuku-kukuku rusak, tanganku lecet, dan wajahku berpeluh keringat. Aku kembali kesal pada Mama. Mama tak marah padaku. Mama hanya tersenyum melihat anak gadis satu-satunya ini ngambek. Mama berpeluh keringat setiap hari. Agar selalu ada asap yang mengepul dari dapur milik kami.
Dalam tidur lelapku, Mama selalu terjaga untuk menjagaku. Tak jarang Mama menitikkan air mata. Aku dapat mengartikan tiap tetes air mata Mama. Tiap tetes yang menggambarkan warna dalam perjuangan hidup Mama.
Kami melewati hari-hari hanya berdua saja. Namun, aku semakin tak peduli pada semua kegalauan hati Mama. Aku hanya memikirkan kesenanganku. Namun, masih dapat kulihat senyuman tulus dari bibir lembut Mama.
Setiap selesai berjualan, Mama menaruh sebuah GERY CHOCOLATOS di sebuah mug di atas meja belajarku. Mama berpesan, bahwa aku tak boleh memakannya. Karena, aku akan tahu makna dari wafer-wafer stik itu. Aku merenung dan memandangi GERY CHOCOLATOS di mug milikku. Tak ada yang aneh. Semuanya biasa saja.
 . Aku terbangun saat sinar mentari membelai wajahku. Kini, GERY CHOCOLATOS di mug milkku sudah berjumlah empat belas buah. Aku terus memperhatikannya. Beharap aku akan menemukan jawaban dari larangan Mama untuk memakan wafer-wafer stik itu. Nihil. Tak ada perubahan pada wafer-wafer stik itu. Aku bersiap untuk berangkat sekolah. Namun, aku tak melihat sosok Mama.
Siangnya, aku juga tidak melihat senyum Mama menyambutku sepulang sekolah. Aku merasa direpotkan dengan menghilangnya Mama. Aku harus mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri. Walau dengan berat hati. Aku memasuki kamar tidurku. Kupandangi sekelilingnya. Seperti ada sesuatu yang telah hilang. Kuputar kembali pandanganku ke segala arah di kamar ini. Bola mataku berhenti berputar pada seuah meja belajar yang telah sedikit jabuk. Mug milkku kosong. Ke manakah keempat belas GERY CHOCOLATOS pemberian Mama ?
Malam semakin larut. Hujan pun mulai datang di kesunyian malamku ini. Hawa dingin membuat perutku lapar. Aku memutuskan untuk meninggalkan rumah sebentar dan membeli beberapa biskuit di warung sebrang jalan. Deretan lampu jalan memberi sedikit kehangatan pada tubuhku yang menggigil semakin kencang.
Dari jauh kulihat sesosok wanita yang berjalan tertatih-tatih sambil memegangi perutnya membawa sebuah kota kecil.Wanita ini terlihat begitu letih. Tiba-tiba, tepat di bawah bayangan lampu jalan dan guyuran hujan, wanita itu jatuh dan tersungkur. Sesegera mungkin aku berlari ke arah wanita itu. Aku mengambil sapu tangan milikku dan mengusap lembut ke wajahnya yang letih. Kutatap dengan tajam wajah wanita itu. “Mamaaa ?” jeritku kaget. Aku langsung memeluknya erat, menyelimutinya dengan jaketku. Melindunginya dengan payung milik kami.
Dengan segera aku berlari menuju rumah terdekat untuk meminta pertolongan. Mereka langsung mengantar kami menuju Rumah Sakit. Gigiku bergemertak kencang. Badanku menggigil lebih hebat dari sebelumnya. Aku masih menunggu Mama di Ruang ICU. Keadaan Mama sangat kritis. Aku berdoa pada Tuhan, apapun akan aku lakukan demi Mama. Biarkan aku menyerahkan seluruh jiwa ragaku demi Mama.
Dokter keluar dengan wajah putus asa. Aku sudah mulai menarik nafas panjangku. “Maaf, kami telah mengupayakan semua yang kami miliki. Namun, Tuhan belum menghendaki. Mama Anda telah tenang di sisi-Nya”. Blek, semua perasaan campur menjadi satu. Aku merasa ruangan tingkat di atas ruang ICU ini jatuh serentak tepat di bawah ubun-ubunku. Aku kehilangan orang yang ternyata selama ini sangat kusayangi. Aku tak pernah menyadari kehadiran curahan kasih sayang seorang Mama yang begitu tulus untukku. Aku tak pernah menyadari kerja keras Mama mengandungku, melahirkanku, dan membesarkanku menjadi seorang gadis remaja seperti sekarang ini.
Aku baru bisa menyadari keberadaan penting Mama di hidupku setelah melihatnya pergi. Aku baru menyesal. Aku tak sempat meminta maaf dan membalas semua perjuangan dan pengorbanan Mama. Mama adalah sosok yang hebat di hidupku. Merangkap menjadi tiga orang terpenting dalam hidupku. Menjadi Papa yang selalu melindungiku. Menjadi sosok Mama sendiri yang membimbing dan mencurahkan kasih sayangnya padaku. Dan, menjadi saudara tempat aku berbagi suka dan duka. MAMA. Nama dengan berjuta makna. Tiada kata yang dapat melukiskan kasih seorang Mama kepada anaknya. Aku cinta padamu, Mama.
Air mataku kembali berderai. Dokter memberiku sebuah kotak kecil. Kotak yang hampir hancur karena basah oleh lebatnya hujan malam ini. Dunia mewakili perasaanku malam ini. Aku membuka perlahan kotak itu. Kulihat tulisannya, MAMA untuk Gysel.
Kulihat dengan jeli. Tulisan MAMA itu terbentuk dari empat belas GERY CHOCOLATOS. Sama banyaknya dengan yang ada di dalam mug milikku. Aku baru mengerti, mengapa Mama melarangku untuk memakan GERY CHOCOLATOS itu. Begitu besar makna cinta Mama dalam wafer-wafer stik itu.
Aku baru merasakannya ketika aku tak dapat memeluknya lagi. MAMA. Satu kata dengan seribu arti ketulusan cinta kasih. Tak banyak yang dapat aku balaskan untuk membuktikan bahwa aku cinta Mama.
“Apa yang kuberikan untuk Mama, untuk Mama tersayang. Tak kumiliki sesuatu berharga untuk Mama tercinta. Hanya ini, kunyanyikan. Senandung hati kecilku untuk Mama. Hanya sebuah lagu sederhana, lagu cintaku untuk Mama”.
.. ..MAMA,, ,, I LOVE YOU.. ..

 

Secangkir Capuccinno Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea