Rabu, 13 Juli 2011

Kisah Seorang Sopir Angkot

by : Risa Umari Y.A. at 6:55:00 PM
Ini adalah sepenggal potongan pengalaman saat aku, Ririn, dan Desi ke Palangka Raya. Untuk mengikuti LCC Koperasi di Palangka Raya.

Siang itu teriknya matahari siang sangat menyengat kulit kami. Sore nanti aku berencana pulang ke Pangkalan Bun. Kami berangkat dari Hotel Batu Suli (Internasional) menuju ke rumah kerabat Ririn di Jalan Pinguin Raya. Kami mengendarai kendaraan yang dapat dibilsng megah. Berwarna oranye, berAC alami, dan setiap bau di lipatan lengan terhirup dengan jelas. Ya ,angkutan umum yang biasa disebut dengan angkot. (red : sedan kuning)

Saat di perjalanan, aku melihat wajah sang pilot sedan ini. Nampak begitu lusuh, lelah, dan nampak tua dari belakang. Dengan pakaian dan topi lusuhnya ia meminta Ririn untuk menunjukkan arah jalannya. Sebab ia mengaku belum mengetahui arah jalanan di Kota Cantik ini. Karena, ia baru sehari saja bekerja di kota ini.

Suasana di dalam angkot tak nampak sepi. Hanya ada suara tertawaku dan Ririn yang sangat membahana. Si pilot memulai pembicaraannya dengan bertanya tentang kacamata. Karena ia melihat bahwa kami bertiga dengan kompak menggunakan kacamata berwarna pink *eh.

“optik di sini yang bagus di mana ya, dek ?” tanyanya. “mungkin di Pallma, Pak. Ada Optik Internasional di sana”, jawab kami yang tak begitu mengetahui dengan optik lainnya.

“oh di situ ya ? bisa nggak untuk mata silinder ?” tanyanya lagi. “bisa Pak,” jawab kami semangat 90. “kalau harga frame yang seperti ini berapa ya ?” tanyanya sambil memberikan kacamatanya yang kacanya telah pecah dan nampak tua. Aku mengambilnya, kemudian menunjukkannya kepada mereka.

Kami masih berfikir untuk menjawab pertanyaan si pilot itu. Dengan percaya diri aku menjawab, “kayaknya murah deh, Pak. Soalnya ini termasuk model lama.” Kataku sok tahu.

“Oh kemarin saya beli ini di Jawa 4 juta. Sampai sini kacanya langsung pecah. Terus saya beli kacamata ini”, katanya sambil menunjukkan kacamata minus yang ia kenakan. Kami sempat shock mendengarnya. Aku berfikir, masa frame model lama gini harganya 4 juta ? Gila banget. Frame yang bener-bener asli aja sekitar 1jutaan.

“ini buatan Italia asli dek, beneran deh asli”, katanya menggebu-gebu. Aku Cuma bisa diam aja mendengarnya. Sepintas kulihat wajahnya dari spion sedan ini. Kuperkirakan usianya sekitar 20 tahunan. Tapi mengapa ia nampak sangat tua ? seperti orang yang berumur 40 tahuanan. Guratan duka dan keriput terlihat jelas di wajahnya yang terpapar sinar matahari.

Saat mendengar ceritanya tentang frame yang 4 juta itu, aku dan Ririn tertawa. Dia melihat dari spion dan berkata dengan jutek “eh emang ada yang lucu ya ? kenapa ketawa ?” aku dengan tak berdaya sempat menurunkan nada tertawaku. Untungnya aku punya pembahasan lain untuk tak menjawab pertanyaannya itu. Aduh , jutek banget sih ?

Dia kembali bertanya lagi. “kalian di sini mau daftar kuliah ya ?” “enggak Pak. Ikut LCC Koperasi tingkat SLTA”, jawab kami. “terus nanti kalau kuliah mau kuliah di mana ?” “macam-macam sih, Pak. Ada yang mau di Semarang, Jogja, Malang”, jawab Ririn.

“waduh, kuliah kok di Malang ? bhuahahaha. Pusat pendidikan kan di Jogja ?” katanya lagi-lagi dengan ketus. “kuliah atau sekolah di mana aja kan sama aja Pak. Di Malang, Semarang, atau apalah sama-sama aja bagusnya Pak”, kata kami dengan kesal. Apasih yang dimau sama orang ini ?

“kalo ngambil jurusan apa ?” tanyanya lagi seperti wartawan infotainment kasus perceraian Icha-Bondan. “ada yang gizi, ada yang HI, ada yang pertanian, ada yang akuntansi, ada-ada aja, Pak” jawab kami. Lalu kami kembali ngakak. Dia melihat kembali di spion sedan BMWnya. Parah banget.

“asal jangan ngambil Tekhnik Sipil aja. Ujung-ujungnya jadi sopir angkot”, katanya. Kami sempat mengernyitkan dahi sambil mencerna kata-kata pak pilot angkot ini. Berarti, dia ini sopir angkot ? *ya iyalah* bukan, maskudku dia adalah lulusan dari jurusan Tekhnik Sipil. “Bapak jurusan Tekhnik Sipil ?” tanyaku. “iya”, katanya. Sambil menerawang lurus ke depan. Takut nabrak. Melihat sesuatu yang mengingatkannya pada masa lalu.

Kemudian dia mulai bercerita tentang dirinya. Curcolnya begitu mendalam dan mengharukan :’) cekedot !

“Selama saya bersekolah, saya nggak pernah mengalami kendala apapun. Dari SMP saya selalu mendapat beasiswa. Kuliah ini pun saya juga dapat beasiswa. Orangtua saya nggak pernah repot untuk ngurusin saya.

Sampai akhirnya saya lulus S1 di Universitas tiiiiiiiiiittt *menyebutkan salah satu universitas besar dan terkenal di Indonesia* jurusan Tekhnik Sipil. Sorenya saya juga kuliah di tiiiiiiiittt *menyebutkan universitas yang namanya susah buat diingat dan dieja* jurusan peternakan.” *mungkin Bapaknya salah baca papan nama di depan fakultasnya bukan Tekhnik Sipil kali, tapi Tekhnik Sopir*

Aku sempat menelan ludah dan bingung. Gila, hebat banget sih ni pilot angkot ? paginya kuliah, sore juga kuliah. Dapat beasiswa, dapat gelar S1 dua kali. Tapi kenapa sekarang Cuma jadi sopir angkot ? Mungkin dia belum mendapatkan pekerjaan yang tepat untuk dia.

“yah beginilah saya. Lulus dapat gelar S1 dua malah nggak bisa nyari pekerjaan. Dari kemaren nyari ditolak terus. Padahal ijazah (y) saya ada dua ini ?”

“yah coba terus, Pak. Mungkin rezeki Bapak belum ada hari ini, jangan menyerah Pak. Kan sambil ngetem bisa cari kerja juga. Setidaknya adalah yang didapat, Pak”, bener nggak sih aku ngomong gini ? :)

“saya ini baru datang dari Jawa. Mau nyari kerjaan di Kalimantan. Ini saya bawa baju-baju dengan ijazah saya. Ini lihat ini kalo nggak percaya”, katanya sambil menyodorkan ijazah dan kresek berisi bajunya. Iya ya Pak, percaya mah. Gerutuku dalam hidung *eh.

“kemaren nyampe di sini uang saya sisa Rp.2.000,00 saya nggak tahu lagi mau tinggal di mana. Kemarin itu benar-benar lucu. *hah lucu apanya ? ini tragis banget, Pak* “saya akhirnya tiduran di Masjid. Untungnya saya ketemu dengan orang yang juga dari Jawa. Mungkin dia kasihan itu ngelihat saya. Terus dia bilang, “mau kerjaan nggak ?” “oh mau mas. Kerjaannya apaan ?” “nyupir angkot gimana ?” “boleh-boleh”.

Makanya saya sekarang ini baru hari pertama nyupir angkot di sini. Jadi nggak terlalu hafal dengan jalanan di sini. Ya lumayan untuk nambahin uang sambil nyari kerjaan. Oh iya, kerjaan yang berpotensi di Kalimantan ini apa ya ?”

“sawit, Pak. Sekarang banyak yang pada kerja sawit”, jawabku dengan gagah. “alah, kalo sawit itu, kalo nggak punya nama mana bisa naik pangkat ?” katanya dengan tengilnya lagi *ampun Pak* “Bapak kan juga punya nama kan ? semuanya tu bisa aja naik pangkat Pak. Tergantung sama kemampuannya. Asal Bapak tu rajin, tekun, pintar, disiplin. Naik pangkat deh tu”, kataku dengan bijaksana.

“kata temenku itu yang kerja di sawit juga, nggak bisa tuh naik pangkat ?” “siapa bilang Pak ? keluarga saya juga dari Jawa, sama kayak Bapak. Sekarang naik pangkat kok. Hidupnya Alhamdulillah lebih baik. Itu sih tergantung sama orangnya aja, Pak”, kataku Icha yang paling bijaksana.

Mungkin karena dia malas berdebat sama anak yang dianggap pilekan, dia diam dan bertanya lagi tentang pekerjaan lainnya yang berpotensi dan istilahnya awet untuk masa depan.

Aku mengusulkan untuk jadi PNS. Kan kalo PNS sekarang sudah lebih dari yang kemarin. Toh mungkin ada gaji pensiunnya juga kan. Dia langsung ngenyek (ngejek) “alah, PNS itu kerjaannya korupsi aja.” PLAK !! aku ngerasa dia bener-bener ngejudge.

Woy Pak emang semua PNS yah ? coba dipikir dong, kalo guru itu apa yang dikorupsi coba ? korupsi polpen, spidol, penghapus, tinta, atau korupsi kapur ? kalo di kantor mau korupsi kertas atau stofmap ? nggak semuanya Pak. Itu tergantung sama diri masing-masing. Orang ini emang buat aku dongkol. Ck ck ck ck.

Tak terasa kami sudah sampai di tempat tujuan. Walaupun dongkol, kami tetap mendoakan si pilot ini agar cepat mendapatkan pekerjaan yang layak di sisi Allah SWT. Amin ya Rabbalalamin.

PS : kelebihan, dalam hal ini kepintaran ataupun apalah yang kita miliki itu nggak ngejamin hidup kita enak, sukses, sejahtera. Rasa sombong ataupun tinggi hati bisa membuat kita menjadi jiwa yang rapuh dan kosong. Tetap rendah diri, berteman dan sosialisasi yang baik, serta tak lupa berdoa adalah kunci sukses kita. Ingat, doa, usaha, kemauan, kerja keras, sosialisasi. Kepintaran tak menjamin lho ! :)

Semoga cuplikan pengalaman ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Untuk Bapak pilot supir angkot, semoga cepat mendapatkan kerjaan. Kalo ternyata jadi PNS gimana ya ? wallahu’alam :)

Palangka Raya, 8 Juli 2011
 

0 komentar:

Posting Komentar

Rabu, 13 Juli 2011

Kisah Seorang Sopir Angkot

Diposting oleh Risa Umari Y.A. di 6:55:00 PM
Ini adalah sepenggal potongan pengalaman saat aku, Ririn, dan Desi ke Palangka Raya. Untuk mengikuti LCC Koperasi di Palangka Raya.

Siang itu teriknya matahari siang sangat menyengat kulit kami. Sore nanti aku berencana pulang ke Pangkalan Bun. Kami berangkat dari Hotel Batu Suli (Internasional) menuju ke rumah kerabat Ririn di Jalan Pinguin Raya. Kami mengendarai kendaraan yang dapat dibilsng megah. Berwarna oranye, berAC alami, dan setiap bau di lipatan lengan terhirup dengan jelas. Ya ,angkutan umum yang biasa disebut dengan angkot. (red : sedan kuning)

Saat di perjalanan, aku melihat wajah sang pilot sedan ini. Nampak begitu lusuh, lelah, dan nampak tua dari belakang. Dengan pakaian dan topi lusuhnya ia meminta Ririn untuk menunjukkan arah jalannya. Sebab ia mengaku belum mengetahui arah jalanan di Kota Cantik ini. Karena, ia baru sehari saja bekerja di kota ini.

Suasana di dalam angkot tak nampak sepi. Hanya ada suara tertawaku dan Ririn yang sangat membahana. Si pilot memulai pembicaraannya dengan bertanya tentang kacamata. Karena ia melihat bahwa kami bertiga dengan kompak menggunakan kacamata berwarna pink *eh.

“optik di sini yang bagus di mana ya, dek ?” tanyanya. “mungkin di Pallma, Pak. Ada Optik Internasional di sana”, jawab kami yang tak begitu mengetahui dengan optik lainnya.

“oh di situ ya ? bisa nggak untuk mata silinder ?” tanyanya lagi. “bisa Pak,” jawab kami semangat 90. “kalau harga frame yang seperti ini berapa ya ?” tanyanya sambil memberikan kacamatanya yang kacanya telah pecah dan nampak tua. Aku mengambilnya, kemudian menunjukkannya kepada mereka.

Kami masih berfikir untuk menjawab pertanyaan si pilot itu. Dengan percaya diri aku menjawab, “kayaknya murah deh, Pak. Soalnya ini termasuk model lama.” Kataku sok tahu.

“Oh kemarin saya beli ini di Jawa 4 juta. Sampai sini kacanya langsung pecah. Terus saya beli kacamata ini”, katanya sambil menunjukkan kacamata minus yang ia kenakan. Kami sempat shock mendengarnya. Aku berfikir, masa frame model lama gini harganya 4 juta ? Gila banget. Frame yang bener-bener asli aja sekitar 1jutaan.

“ini buatan Italia asli dek, beneran deh asli”, katanya menggebu-gebu. Aku Cuma bisa diam aja mendengarnya. Sepintas kulihat wajahnya dari spion sedan ini. Kuperkirakan usianya sekitar 20 tahunan. Tapi mengapa ia nampak sangat tua ? seperti orang yang berumur 40 tahuanan. Guratan duka dan keriput terlihat jelas di wajahnya yang terpapar sinar matahari.

Saat mendengar ceritanya tentang frame yang 4 juta itu, aku dan Ririn tertawa. Dia melihat dari spion dan berkata dengan jutek “eh emang ada yang lucu ya ? kenapa ketawa ?” aku dengan tak berdaya sempat menurunkan nada tertawaku. Untungnya aku punya pembahasan lain untuk tak menjawab pertanyaannya itu. Aduh , jutek banget sih ?

Dia kembali bertanya lagi. “kalian di sini mau daftar kuliah ya ?” “enggak Pak. Ikut LCC Koperasi tingkat SLTA”, jawab kami. “terus nanti kalau kuliah mau kuliah di mana ?” “macam-macam sih, Pak. Ada yang mau di Semarang, Jogja, Malang”, jawab Ririn.

“waduh, kuliah kok di Malang ? bhuahahaha. Pusat pendidikan kan di Jogja ?” katanya lagi-lagi dengan ketus. “kuliah atau sekolah di mana aja kan sama aja Pak. Di Malang, Semarang, atau apalah sama-sama aja bagusnya Pak”, kata kami dengan kesal. Apasih yang dimau sama orang ini ?

“kalo ngambil jurusan apa ?” tanyanya lagi seperti wartawan infotainment kasus perceraian Icha-Bondan. “ada yang gizi, ada yang HI, ada yang pertanian, ada yang akuntansi, ada-ada aja, Pak” jawab kami. Lalu kami kembali ngakak. Dia melihat kembali di spion sedan BMWnya. Parah banget.

“asal jangan ngambil Tekhnik Sipil aja. Ujung-ujungnya jadi sopir angkot”, katanya. Kami sempat mengernyitkan dahi sambil mencerna kata-kata pak pilot angkot ini. Berarti, dia ini sopir angkot ? *ya iyalah* bukan, maskudku dia adalah lulusan dari jurusan Tekhnik Sipil. “Bapak jurusan Tekhnik Sipil ?” tanyaku. “iya”, katanya. Sambil menerawang lurus ke depan. Takut nabrak. Melihat sesuatu yang mengingatkannya pada masa lalu.

Kemudian dia mulai bercerita tentang dirinya. Curcolnya begitu mendalam dan mengharukan :’) cekedot !

“Selama saya bersekolah, saya nggak pernah mengalami kendala apapun. Dari SMP saya selalu mendapat beasiswa. Kuliah ini pun saya juga dapat beasiswa. Orangtua saya nggak pernah repot untuk ngurusin saya.

Sampai akhirnya saya lulus S1 di Universitas tiiiiiiiiiittt *menyebutkan salah satu universitas besar dan terkenal di Indonesia* jurusan Tekhnik Sipil. Sorenya saya juga kuliah di tiiiiiiiittt *menyebutkan universitas yang namanya susah buat diingat dan dieja* jurusan peternakan.” *mungkin Bapaknya salah baca papan nama di depan fakultasnya bukan Tekhnik Sipil kali, tapi Tekhnik Sopir*

Aku sempat menelan ludah dan bingung. Gila, hebat banget sih ni pilot angkot ? paginya kuliah, sore juga kuliah. Dapat beasiswa, dapat gelar S1 dua kali. Tapi kenapa sekarang Cuma jadi sopir angkot ? Mungkin dia belum mendapatkan pekerjaan yang tepat untuk dia.

“yah beginilah saya. Lulus dapat gelar S1 dua malah nggak bisa nyari pekerjaan. Dari kemaren nyari ditolak terus. Padahal ijazah (y) saya ada dua ini ?”

“yah coba terus, Pak. Mungkin rezeki Bapak belum ada hari ini, jangan menyerah Pak. Kan sambil ngetem bisa cari kerja juga. Setidaknya adalah yang didapat, Pak”, bener nggak sih aku ngomong gini ? :)

“saya ini baru datang dari Jawa. Mau nyari kerjaan di Kalimantan. Ini saya bawa baju-baju dengan ijazah saya. Ini lihat ini kalo nggak percaya”, katanya sambil menyodorkan ijazah dan kresek berisi bajunya. Iya ya Pak, percaya mah. Gerutuku dalam hidung *eh.

“kemaren nyampe di sini uang saya sisa Rp.2.000,00 saya nggak tahu lagi mau tinggal di mana. Kemarin itu benar-benar lucu. *hah lucu apanya ? ini tragis banget, Pak* “saya akhirnya tiduran di Masjid. Untungnya saya ketemu dengan orang yang juga dari Jawa. Mungkin dia kasihan itu ngelihat saya. Terus dia bilang, “mau kerjaan nggak ?” “oh mau mas. Kerjaannya apaan ?” “nyupir angkot gimana ?” “boleh-boleh”.

Makanya saya sekarang ini baru hari pertama nyupir angkot di sini. Jadi nggak terlalu hafal dengan jalanan di sini. Ya lumayan untuk nambahin uang sambil nyari kerjaan. Oh iya, kerjaan yang berpotensi di Kalimantan ini apa ya ?”

“sawit, Pak. Sekarang banyak yang pada kerja sawit”, jawabku dengan gagah. “alah, kalo sawit itu, kalo nggak punya nama mana bisa naik pangkat ?” katanya dengan tengilnya lagi *ampun Pak* “Bapak kan juga punya nama kan ? semuanya tu bisa aja naik pangkat Pak. Tergantung sama kemampuannya. Asal Bapak tu rajin, tekun, pintar, disiplin. Naik pangkat deh tu”, kataku dengan bijaksana.

“kata temenku itu yang kerja di sawit juga, nggak bisa tuh naik pangkat ?” “siapa bilang Pak ? keluarga saya juga dari Jawa, sama kayak Bapak. Sekarang naik pangkat kok. Hidupnya Alhamdulillah lebih baik. Itu sih tergantung sama orangnya aja, Pak”, kataku Icha yang paling bijaksana.

Mungkin karena dia malas berdebat sama anak yang dianggap pilekan, dia diam dan bertanya lagi tentang pekerjaan lainnya yang berpotensi dan istilahnya awet untuk masa depan.

Aku mengusulkan untuk jadi PNS. Kan kalo PNS sekarang sudah lebih dari yang kemarin. Toh mungkin ada gaji pensiunnya juga kan. Dia langsung ngenyek (ngejek) “alah, PNS itu kerjaannya korupsi aja.” PLAK !! aku ngerasa dia bener-bener ngejudge.

Woy Pak emang semua PNS yah ? coba dipikir dong, kalo guru itu apa yang dikorupsi coba ? korupsi polpen, spidol, penghapus, tinta, atau korupsi kapur ? kalo di kantor mau korupsi kertas atau stofmap ? nggak semuanya Pak. Itu tergantung sama diri masing-masing. Orang ini emang buat aku dongkol. Ck ck ck ck.

Tak terasa kami sudah sampai di tempat tujuan. Walaupun dongkol, kami tetap mendoakan si pilot ini agar cepat mendapatkan pekerjaan yang layak di sisi Allah SWT. Amin ya Rabbalalamin.

PS : kelebihan, dalam hal ini kepintaran ataupun apalah yang kita miliki itu nggak ngejamin hidup kita enak, sukses, sejahtera. Rasa sombong ataupun tinggi hati bisa membuat kita menjadi jiwa yang rapuh dan kosong. Tetap rendah diri, berteman dan sosialisasi yang baik, serta tak lupa berdoa adalah kunci sukses kita. Ingat, doa, usaha, kemauan, kerja keras, sosialisasi. Kepintaran tak menjamin lho ! :)

Semoga cuplikan pengalaman ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Untuk Bapak pilot supir angkot, semoga cepat mendapatkan kerjaan. Kalo ternyata jadi PNS gimana ya ? wallahu’alam :)

Palangka Raya, 8 Juli 2011
 

0 komentar on "Kisah Seorang Sopir Angkot"

Posting Komentar


 

Secangkir Capuccinno Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea