Kamis, 03 Januari 2013

Aku, cappucino, sejumput buku, hujan, dan kaki merah

by : Risa Umari Y.A. at 4:46:00 PM
Siang itu sejiwa terasa begitu panas. suhu di liar menembus lebih dari 27`C. entah, saat yang lain tengah menikmati liburannya, ia tetap saja berangkat kuliah. dosen memintanya mencarikan jam pengganti di hari libur ini. saat beberapa lainnya tengah tidur hangat di kasur kamar mereka. menonton TV bersama keluarga yang mereka cintai. merasakan hangat teduh suasana rumah. ah, lagi-lagi rumah agak membuatnya cemburu. rindu, katanya.

rentetan angka dan istilah asing memenuhi block notesnya. ia masih saja duduk di bangkunya. tak ada oemisah antara jiwanya dan papan tulis. ia masih merekam erat setiapdetail yang ertulis di sana.

saat yang lain tengah merasakan kesegaran uara luar. menutup dengan keras block note masing-masong. mengambil dengan cepat tas, merengkuh handphone masing-masing, dan meninggalkan kelas yang panas.

hah, entah. sejiwa itu tetap saja menikmati pamdangannya. sesosok pria masih menyusun nuku-buku, absen, dan juga laptopnya. dosen, katanya. pria ini masih cedera. tertabrak mobil saat beliau ingin menyebrang di malam hari. namun semangatnya aku bisa melihat jelas. beliau dengan keterbatasannya itu, mencengkeram papan putih, memegang spidol, dan menuliskan seauatu di sana.

tu
lisan yang membuat bingung nampaknya. namun aku ttap saja berusaha membaca dan mengimplementasikan tulisan itu. entah hingga kening sejiwa itu berkerut tanpa henti.

kau tahu, bagaimana baris kedua dan selanjutnya? saat dia coba melemparkan pandangan ke deret-dert belakangnya, hanya sedikit cendikia yang memperhatikan. yang lain sibuk diskusi. entah diskusi apa. nampaknya mereka sedang berbicara masalah perekonomian, hukum, atau berita internasional lainnya. cukup serius nampaknya. hingga membiarkan block notes bersih. entahlah.

sementara, dia telah membawa setumpuk print out. bingung katanya. ia meminta penjelasan pada pria itu. nampaknya, mereka yahu betul komunikasi. tak lama, dia pun paham akan deret angka beserta simbol unik  itu.

Senja mulai mendung. saat yang sangat indah untuk pergi bersama kawan. membeli hiburan, atau pergi ke coffee shop. seperti biasanya. ia mencqri keengangan lewat buku. hiburan satu-satunya yang dapat kita beli. atau duduk menikmati ritmik hujan di langit aore sambil merasakan dekapan hangat cappuccino.

tiga jam berkeliling toko buku. ia dengan sumringah mengambil sebuah buku. "apa yang kau hendak beli? tanya salah satu emannya penasaran. ia hanya tersenyum sembari menunjukkan deret lima baris judul. sifat perempuan yang membuat pasangannya jadi orang sukses.

lalu seperti biasa, ia selalu saja mengumpulkan karya Kahlil Gibran, Tere Liye, atau Paulo Cheulo. penyair yang bisa membuatnya tak bisa tidur. dia suka sastra. meski sangat bau obat. biarlah, kombinasi yang manis.

kau tahu? tak ada yang paling indah untuk menenangkan hatinya. selain duduk di coffeshop sembari membaca sebuah buku.

gemercik hujan sesekali membelai tangannya yang sedang memegang buku. sesekali dia hilangkan penat dan dingin dengan pelikan cappuccino di lidahnya.

atau, ingin mendinginkan kepala. dengan latte yang berbunyi gemerincing. balok-balok es berbaur dengan rinai tees hujan.

kaki langit merah rekah bergairah.
mengajaknya berlari pada hamparan ladang. berteriak sekencang-kencangnya, erbang ke siluet merah lewat titian pelangi. dan, duduk di pangkuan bulan. menggantung impi. dan kembali tertidur dalam pangkuan Bunda. ♥

Yogyakarya, 2 Januari 2013
Tak ada yang senikmat cappucino dan sejumput buku saat hujan di kaki langit yang merah.

http://risaumari.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

Kamis, 03 Januari 2013

Aku, cappucino, sejumput buku, hujan, dan kaki merah

Diposting oleh Risa Umari Y.A. di 4:46:00 PM
Siang itu sejiwa terasa begitu panas. suhu di liar menembus lebih dari 27`C. entah, saat yang lain tengah menikmati liburannya, ia tetap saja berangkat kuliah. dosen memintanya mencarikan jam pengganti di hari libur ini. saat beberapa lainnya tengah tidur hangat di kasur kamar mereka. menonton TV bersama keluarga yang mereka cintai. merasakan hangat teduh suasana rumah. ah, lagi-lagi rumah agak membuatnya cemburu. rindu, katanya.

rentetan angka dan istilah asing memenuhi block notesnya. ia masih saja duduk di bangkunya. tak ada oemisah antara jiwanya dan papan tulis. ia masih merekam erat setiapdetail yang ertulis di sana.

saat yang lain tengah merasakan kesegaran uara luar. menutup dengan keras block note masing-masong. mengambil dengan cepat tas, merengkuh handphone masing-masing, dan meninggalkan kelas yang panas.

hah, entah. sejiwa itu tetap saja menikmati pamdangannya. sesosok pria masih menyusun nuku-buku, absen, dan juga laptopnya. dosen, katanya. pria ini masih cedera. tertabrak mobil saat beliau ingin menyebrang di malam hari. namun semangatnya aku bisa melihat jelas. beliau dengan keterbatasannya itu, mencengkeram papan putih, memegang spidol, dan menuliskan seauatu di sana.

tu
lisan yang membuat bingung nampaknya. namun aku ttap saja berusaha membaca dan mengimplementasikan tulisan itu. entah hingga kening sejiwa itu berkerut tanpa henti.

kau tahu, bagaimana baris kedua dan selanjutnya? saat dia coba melemparkan pandangan ke deret-dert belakangnya, hanya sedikit cendikia yang memperhatikan. yang lain sibuk diskusi. entah diskusi apa. nampaknya mereka sedang berbicara masalah perekonomian, hukum, atau berita internasional lainnya. cukup serius nampaknya. hingga membiarkan block notes bersih. entahlah.

sementara, dia telah membawa setumpuk print out. bingung katanya. ia meminta penjelasan pada pria itu. nampaknya, mereka yahu betul komunikasi. tak lama, dia pun paham akan deret angka beserta simbol unik  itu.

Senja mulai mendung. saat yang sangat indah untuk pergi bersama kawan. membeli hiburan, atau pergi ke coffee shop. seperti biasanya. ia mencqri keengangan lewat buku. hiburan satu-satunya yang dapat kita beli. atau duduk menikmati ritmik hujan di langit aore sambil merasakan dekapan hangat cappuccino.

tiga jam berkeliling toko buku. ia dengan sumringah mengambil sebuah buku. "apa yang kau hendak beli? tanya salah satu emannya penasaran. ia hanya tersenyum sembari menunjukkan deret lima baris judul. sifat perempuan yang membuat pasangannya jadi orang sukses.

lalu seperti biasa, ia selalu saja mengumpulkan karya Kahlil Gibran, Tere Liye, atau Paulo Cheulo. penyair yang bisa membuatnya tak bisa tidur. dia suka sastra. meski sangat bau obat. biarlah, kombinasi yang manis.

kau tahu? tak ada yang paling indah untuk menenangkan hatinya. selain duduk di coffeshop sembari membaca sebuah buku.

gemercik hujan sesekali membelai tangannya yang sedang memegang buku. sesekali dia hilangkan penat dan dingin dengan pelikan cappuccino di lidahnya.

atau, ingin mendinginkan kepala. dengan latte yang berbunyi gemerincing. balok-balok es berbaur dengan rinai tees hujan.

kaki langit merah rekah bergairah.
mengajaknya berlari pada hamparan ladang. berteriak sekencang-kencangnya, erbang ke siluet merah lewat titian pelangi. dan, duduk di pangkuan bulan. menggantung impi. dan kembali tertidur dalam pangkuan Bunda. ♥

Yogyakarya, 2 Januari 2013
Tak ada yang senikmat cappucino dan sejumput buku saat hujan di kaki langit yang merah.

http://risaumari.blogspot.com

0 komentar on "Aku, cappucino, sejumput buku, hujan, dan kaki merah"

Posting Komentar


 

Secangkir Capuccinno Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea